Jumat, 10 Mei 2013

DECISION MAKING


LITERATURE REVIEW

ANALISIS KOMPETENSI PERAWAT DALAM MEMBANTU PASIEN
MENGAMBIL KEPUTUSAN KLINIK


Disusun Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah Pendidikan Keperawatan Klinis
Fasilitator: Ns. Dian Susmarini, S.Kep., MN







Disusun Oleh:

IKA SUBEKTI WULANDARI
126070300111012




PRODGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2013   





ANALISIS KOMPETENSI PERAWAT DALAM MEMBANTU PASIEN
MENGAMBIL KEPUTUSAN KLINIK
A.     Latar belakang
Seorang perawat memiliki fungsi dan peran tertentu dalam menjalankan pekerjannya. Sebagai seorang advokator perawat membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan keputusan atau persetujuan tindakan keperawatan yang diberikan klien (Asmadi, 2008). Peran perawat dalam membantu pasien mengambil keputusan klinis sangat membutuhkan keterampilan perawat dalam berkomunikasi baik dengan pasien maupun dengan tenaga kesehatan lainnya. Decision making adalah proses memilih dan menentukan tindakan pada situasi yang harus membuat prediksi ke depan, membuat perkiraan berdasarkan fakta-fakta serta memilih salah satu tindakan diantara dua pilihan atau lebih (Syafarudin, 2004). Dalam pengambilan keputusan otonomi pasien harus dihormati secara etik, akan tetapi hal itu membutuhkan komunikasi yang efektif seorang perawat dan pasien atau keluarga dalam mengambil keputusan untuk dapat menyetujui atau menolak tindakan.
Kemampuan komunikasi perawat saat ini belum banyak mendapatkan porsi yang cukup dalam pembelajaran di pendidikan keperawatan maupun di klinik. Mahasiswa atau perawat lebih berfokus dalam tindakan perasat dan skill dibandingkan keterampilan dalam berkomunikasi dengan pasien atau profesi kesehatan lain. Padahal jika melihat peran dan fungsi perawat, sebagaian besar membutuhkan tehnik berkomunikasi yang efektif, mengingat perawat selalu berhubungan dengan manusia.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk membahas mengenai kompetensi perawat dalam membantu pasien mengambil keputusan klinis. Aspek yang ingin digali adalah terkait dengan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi komunikasi pengambilan keputusan, bagaimana metode komunikasi pengambilan keputusan yang efektif dan aspek apa saja yang perlu diperhatikan saat membantu pasien mengambil keputusan klinis. Analisa yang dilakukan dalam tulisan ini adalah dengan menggunakan literature review dari berbagai jurnal yang terkait dengan peran perawat dalam membantu pasien mengambil keputusan klinis. Sumber-sumber tersebut diperoleh melalui penelusuran internet data base EBSCOhost.

B.  Literature Review
            Pengambilan keputusan merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa pihak di dalamnya. Terdapat dua model proses pengambilan keputusan yang disampaikan oleh Mccullough et al (2010) dan Mary & Richard (2010) sebagai berikut:
 













Gambar 1. Model pengambilan keputusan
(Mary & Richard, 2010)


 












Gambar 2. Model  langkah pengambilan keputusan
Mccullough et al (2010)
            Model dari Mary dan Richard (2010) menekankan pentingnya peran aktif pasien dalam pengambilan keputusan. Proses tersebut dianggap sebagai sebuah cara berpikir dan berkomunikasi dimana tenaga kesehatan dan pasien sama-sama berusaha memahami kondisi. Model ini difokuskan pada pengambilan keputusan terhadap masalah yang belum pasti prognosisnya. Penjelasan mengenai masalah dan solusi serta kemungkinan resiko harus disampaiakan dengan jelas. Penjelasan harus berorientasi pada tujuan, nilai, pemahaman dan kecenderungan, hal ini bisa divalidasi dengan memberi pertanyaan balik, melihat ekspresi, keinginan dan masalah. Selain itu berdialog untuk mengidentifikasi masalah utama dan bernegosiasi untuk mencapai solusi. Strategi yang digunakan dalam model tersebut meliputi pemberian penjelasan yang jelas, memvalidasi pemahaman nilai, kebutuhan dan kepentingan pasien, menentukan masalah utama, mencapai persetujuan tindakan dan melakukan follow up penerimaan. Dalam model ini pasien diberi kesempatan yang seluas-luasnya dalam mengambil sebuah keputusan, sedangkan tenaga kesehatan disini berperan sebagai fasilitator.
            Sedangkan model pengambilan keputusan menurut Mccullough et al (2010) juga diterapkan pada kondisi yang belum jelas prognosisnya. Akan tetapi dalam model ini terdapat 5 langkah dalam proses pengambilan keputusan. Pertama tenaga kesehatan perlu mempertimbangkan hal-hal penting sebelum memulai komunikasi seperti apa masalah utamanya, apa saja kemungkinan solusinya, bagaimana efek positif dan negatifnya serta memvalidasi terhadap nilai, pengetahuan dan keyakinan terhadap etik. Kedua adalah menjelaskan pilihan solusi kepada klien. Hal yang paling sulit adalah menyampaikan tindakan yang belum jelas hasilnya dari sisi evidence base. Ketiga adalah pasien mulai mengambil sebuah keputusan, peran perawat disini adalah mendukung pasien untuk mengambil keputusan. Biasanya pasien sulit mengambil keputusan karena tidak tau, sehingga penambahan informasi, pengulangan poin penting dan dukungan emosional sangat diperlukan. Keempat adalah pasien melaksanakan keputusan, tugas perawat adalah berusaha menyeimbangkan anatara harapan dan fakta, perawat mengkaji/mengevaluasi perasaan pasien, memantau efek samping dan langkah terakhir menghentikan tindakan jika prognosis buruk.
            Menurut Mary dan Richard (2010) terdapat lima faktor yang mempengaruhi kualitas sebuah proses shared decision making. Pertama adalah solusi yang ditawarkan harus didasarkan pada level evidence base, artinya jika suatu tindakan belum jelas prognosisnya maka harus mempertimbangkan pada hasil beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait kasus tersebut. Kedua harus mempertimbangkan nilai dan keyakinan yang dianut pasien, hal ini berpengaruh pada aspek kognitif dan persepsi pasien. Ketiga selalu melibatkan pasien dalam penetapan harapan dan kebutuhan, sehingga pasien dalam hal ini didorong untuk berperan aktif. Keempat terkait dengan aspek etik, dalam melakukan tindakan keputusan tenaga kesehatan telah mendapat persetujuan dari pasien dan terakhir adalah keputusan tindakan tersebut mungkin untuk dilakukan.
            Sedangkan Linda Kristjanson et al (2005) menyatakan bahwa dalam berkomunikasi untuk mengambil sebuah keputusan dipengaruhi keterampilan komunikasi yang efektif, karena dengan komunikasi yang baik dan efektif akan memberikan informasi dan pemahaman yang jelas kepada pasien. Hal tersebut harus didukung dengan pengetahuan dan pengalaman perawat terhadap bidangnya. Perawat yang memahami dan menjiwai segala aspek dalam bidangnya akan dapat memberikan sumber informasi yang valid dan menyeluruh kepada pasien. Dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan pasien, perawat juga harus memilki sikap empati dan respect terhadap pasien dan keluarga. Sikap tersebut akan membantu timbulnya trust saat fase membina hubungan saling percaya. Selain itu rasa percaya diri dan menyadari peran apa yang sedang dijalankan akan meningkatkan sikap profesionalisme tenaga kesehatan.

C.  Pembahasan
       Komunikasi merupakan faktor utama dalam membantu pasien membuat keputusan klinis. Hal ini didukung oleh penelitian Mary dan Richard (2010) bahwa dalam membantu mengambil keputusan komponen terpenting adalah komunikasi. Pertukaran informasi dijalin oleh pihak satu dengan pihak lain sehingga terjadi suatu proses interaksi hubungan dan penyampaian informasi atau pesan yang dapat dipahami oleh kedua belah pihak. Komunikasi yang dilakukan tersebut hendaknya memiliki makna dan hasil yang membuat pihak yang melakukannya merasakan manfaat dari kegiatan interaksi tersebut. Pendapat ini sejalan dengan Jurgen, France, Fulop dan Friedemann (2011) bahwa seseorang dalam membuat keputusan didasarkan pada masukan informasi dari luar yang kemudian diinternalisasi dan diwujudkan dalam bentuk representatif. Informasi tidak bersifat mengendalikan keputusan akan tetapi informasi dijadikan sebagai input untuk membangun self organisation yang didukung dengan aspek kognitif.
       Aspek yang mendukung proses komunikasi dalam pengambilan keputusan adalah aspek kognitif. Aspek kognitif antara pasien dan tenaga kesehatan memiliki kapasitas dimensi yang berbeda. Menurut Mary dan Richard (2010) aspek kognitif tenaga kesehatan meliputi pengetahuan mengenai fakta-fakta klinik, pengalaman klinik, pengetahuan mengenai kondisi pasien dan persepsi mengenai pasien. Sedangkan aspek kognitif pasien meliputi pemahaman mengenai fakta klinis, pengalaman personal dan persepsi mengenai tenaga kesehatan. Akan tetapi pemahaman pasien terhadap informasi dari tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh level stres emosional. Hal ini dikarenakan stress dapat mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang dan mengganggu sistem kerja saraf di otak. Emosi juga berpengaruh pada pematangan neuron pada otak sehingga hantaran saraf tidak terbentuk sempurna (Mccullough, Mckinlay, Barthow, Moss & Wiss, 2010).
       Selain aspek komunikasi dan kognitif, bahwa dalam membantu mengambil keputusan juga dibutuhkan intuisi dari seorang perawat. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Jean dan Victoria (2010) bahwa intuisi digunakan perawat untuk mengidentifikasi pemahaman pasien dan memvalidasi apakah butuh keterangan lebih lanjut atau tidak. Terdapat dua macam intuisi yaitu intuisi psikologis dan spiritual dan intuisi yang tumbuh karena diasah dengan pengalaman. Intuitive merupakan hal yang abstrak, bersifat kemungkinan atau gambaran, sedangkan Think merupakan kecenderungan seseorang untuk logis dalam membuat keputusan dengan mengesampingkan emosi. Instrumen yang biasa digunakan untuk mengukur dua hal tersebut adalah Rational Experiental Inventory (REI) (Pacini & Epstein, 1999).
       Di dalam proses komunikasi pembuatan keputusan, perawat juga harus memperhatikan sistem interpersonal. Hal ini dinyatakan oleh Jurgen et al (2011) bahwa hubungan interpersonal merupakan hal yang terpenting dalam komunikasi. Aspek interpersonal tersebut terdiri dari bahasa verbal dan non verbal. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam tahap komunikasi, perawat tidak hanya berfokus pada bahasa verbal saja akan tetapi juga berusaha mengidentifikasi bahasa non verbal sebagai sebuah respon dari pemahaman dan persepsi pasien. Proses tersebut bisa didukung dengan penggunaan intuisi perawat seperti teori yang dijelaskan oleh Jean dan Victoria (2010).
       Persamaan persepsi antara pasien dan tenaga kesehatan juga merupakan aspek yang tidak kalah penting dalam proses shared decision making. Dari beberapa jurnal yang dibahas, dua jurnal mengatakan bahwa salah satu faktor keberhasilan pembuatan keputusan adalah sejajarnya persepsi antara pasien dan tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan dan pasien harus satu persepsi mengenai kondisi, perspektif situasi dan pesetujuan keputusan. Masing –masing menjalankan fungsinya dengan baik, tenaga kesehatan sebagai fasilitator dan pasien terlibat aktif untuk memutuskan (Jurge et al, 2011; Mary & Richard, 2010). Termasuk persepsi terhadap peran masing-masing tidak boleh berseberangan, sehingga memudahkan dalam proses pemahaman informasi dan pembuatan keputusan.
            Jika melihat pendapat dari Linda Kristjanson et al (2005) Mary dan Richard (2010) kedua pendapat tersebut menyoroti aspek yang berbeda dalam menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi pengambilan keputusan. Pendapat dari Mary dan Richard (2010) lebih menekankan pada faktor eksternal seperti solusi yang ditawarkan, nilai dan persepsi pasien, keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan dan kemungkinan pelaksanaan tindakan. Sedangkan pendapat dari Linda Kristjanson et al (2005) lebih berfokus pada faktor internal dari perawat seperti kemampuan komunikasi, pengetahuan dan pengalaman perawat, raasa empati, respect, percaya diri dan sadar akan peran. Sehingga jika kedua pendapat ini digabungkan, maka faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan bisa dilihat secara menyeluruh baik faktor internal dan eksternal.
            Pada aplikasi pembelajaran klinik di Inodenesia, khususnya tentang komunikasi pengambilan keputusan belum banyak mendapat prioritas perhatian. Pembelajaran klinik lebih banyak difokuskan tentang latihan keterampilan prosedur tindakan, analisa penyakit atau kasus pasien, pengelolaan asuhan keperawatan dan sebagainya. Padahal perawat dalam melakukan tugas nya kepada pasien, mau tidak mau pasti terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Penulis melihat bahwa peran perawat sebagai advokator dan kolaborator belum begitu terlihat di lapangan. Misalnya saat pemberian informed consent atau persetujuan tindakan keperawatan, perawat sering kali berforientasi pada pasien mau menerima tindakan atau tidak. Padahal dalam hal tersebut perawat seharusnya bisa memainkan peran sebagai seorang advokator, edukator atau bahkan kolaborator terhadap tenaga kesehatan lain. Oleh karena itu pembelajaran klinik mengenai komunikasi pengambilan keputusan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kompetensi perawat.

D.  Penutup
            Berdasarkan analisa dari beberapa jurnal diatas maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan yang dapat dijadikan sebagai acuan pembelajaran di klinis mengenai kompetensi perawat dalam membantu pasien mengambil keputusan klinis. Aspek yang perlu diperhatikan dalam proses pengambilan keputusan meliputi komunikasi efektif, intuisi perawat, sistem interpersonal, persamaan persepsi antara pasien dan tenaga kesehatan serta aspek kognitif pasien dan tenaga kesehatan. Terdapat dua metode pengambilan keputusan yaitu metode yang berpusat pada peran aktif pasien (berfokus pada nilai dan kebutuhan pasien) dan metode pengambilan keputusan yang meliputi lima langkah yaitu persiapan sebelum interaksi, menyampaikan informasi, pasien memilih solusi, pasien melakukan tindakan keputusan dan evaluasi tindakan. Sedangkan faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan meliputi dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal terkait dengan kualifikasi dan kompetensi perawat seperti kemampuan komunikasi, pengetahuan dan pengalaman perawat, raasa empati, respect, percaya diri dan sadar akan peran. Faktor eksternal meliputi aspek diluar internal perawat seperti solusi yang ditawarkan, nilai dan persepsi pasien, keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan dan kemungkinan pelaksanaan.






DAFTAR PUSTAKA

  
Syafaruddin Anzizhan. (2004). Sistem Pengambilan Keputusan pendidikan.           Gramedia   Widiasarana Indonesia.
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC
Kusnanto. (2004). Pengantar Profesi dan praktik Keperawatan Profesional.           Jakarta: EGC
Mary C Polti & Richard Street. (2010). The importance of communication in          collaborative decision making: facilitating shared mind and the          management of uncertainty. Journal of           Evaluation In Clinical Practice        17, 579-584.
Mccullough, Mckinlay, Barthow, Moss & Wiss. (2010). A model of treatment         decision making when patient have advanced cancer: how do cancer         treatment doctors and nurses contributed to the process?. Europen             Journal of Cancer Care 19, 482-491.
Jean R Pretz & Victoria N Folse. (2011). Nursing experience and preference for   intuition in decision making. Journal of Clinical Nursing. 20, 2878-2889
Jurgen Kasper, France Legare , Fulop Scheibler & Friedemann Geiger. (2011).     Turning signal into meaning “Shared decision making” meets        communication theory. Blackwell Publishing Ltd Health Expectation 15,      3-11.
Leanne Monterosso, Linda Kristjanson, Peter, Mary Mulcahy, Beng Gee Holland, Sarah Grimwood & Kate White. (2005). The role of the neonatal intensive      care nurse in decision making: Advocacy, involvement in ethical decision           and communication. International Journal of Nursing Practice 11, 108-       117
Pacini R & Epstein S. (1999). The relation of rational and experiental information   processing styles to personality, basic beliefs and the ratio bias            phenomenon. Journal of Personality and Social Psychology 76, 972-987.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar