PENERAPAN TRIAGE PEDIATRIK
BERDASARKAN AUSTRALASIAN TRIAGE SCALE
(ATS) DAN EMERGENCY TRIAGE ASSESSMENT AND
TREATMENT (ETAT)
Disusun
Untuk Memenuhi Penugasan
Mata
Kuliah Dasar-Dasar Keperawatan Gawat darurat
Fasilitator: Ns. M. Fathony, S.Kep, MNS
Disusun Oleh:
IKA SUBEKTI WULANDARI
126070300111012
PROGRAM STUDI MAGISTER
KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2013
Triage merupakan komponen yang
sangat krusial dalam pelayanan gawat darurat. Triage yang dilakukan secara
benar dan akurat akan menentukan live
saving pasien selanjutnya. Khusunya dalam kasus kegawatan anak, dimana anak
bukan merupakan miniatur orang dewasa, sehingga dalam menentukan prioritas
kegawatannyapun membutuhkan metode dan keteramapilan tersendiri. Perawat sebagai
petugas kesehatan merupakan salah satu pihak yang bertanggung jawab terhadap
validnya triage yang dilakukan. Keputusan dalam melakukan triage didasarkan
pada tanda dan gejala yang ditampilkan oleh pasien. Terdapat berbagai macam
panduan dalam melakukan triage, hampir disetiap negara memiliki panduan
masing-masing. Dalam tulisan ini peneliti akan menganalisa tentang penerapan
triage pediatrik berdasarkan Australasian
Triage Scale (ATS) dan Emergency Triage Assessment And Treatment
(ETAT).
Australasian
Triage Scale (ATS) merupakan panduan triage yang didesain di ruang emergency rumah sakit di New Zealand
Australia pada tahun 1993. Kategori dalam ATS didasarkan pada lamanya waktu
pasien menerima tindakan. Dimana skalanya dibagi menjadi 5 yaitu ATS 1 harus
segera ditangani (prosentase prioritas 100%), ATS 2 maksimal waktu tunggu 10
menit (prosentase prioritas 80%), ATS 3 maksimal waktu tunggu 30 menit (prosentase
prioritas 75%), ATS 4 maksimal waktu tunggu 60 menit (prosentase prioritas 70%)
dan ATS 5 maksimal waktu tunggu 120 menit (prosentase prioritas 70%). Waktu
tunggu yang melebihi 2 jam menunjukkan terjadinya kegagalan akses dan kualitas
pelayanan. Tata ruang dan peralatan dalam ATS harus memenuhi standar precaution
(tempat cuci tangan dan sarung tangan), pengukur waktu, alat komunikasi yang
memadai seperti telepon atau intercom dan fasilitas pendokumentasian triage (Australian College for Emergency Medicine,
2002)
Emergency
Triage Assessment and Treatment (ETAT) merupakan sistem triage yang
dikeluarkan oleh Worl Health Organisation
(WHO) dengan memilah penderita berdasarkan tingkat kegawatan dan prioritas
penanganan. Sistem ini membagi penderita menjadi tiga kategori yaitu tidak
mendesak/non urgent, prioritas/ priority sign dan emergency sign. Kondisi tidak mendesak merupakan kasus non urgent sehingga dapat menunggu sesuai gilirannya untuk mendapatkan pemeriksaan dan
pengobatan. Kondisi prioritas atau priority
sign harus diberikan prioritas dalam antrian untuk segera mendapatkan
pemeriksaan dan pengobatan tanpa ada keterlambatan. Emergency sign dengan tanda kegawatdaruratan memerlukan penanganan
kegawatdaruratan segera untuk menghindari kematian (WHO, 2005).
Tanda kegawatdaruratan pada sistem
ETAT dinilai dari kondisi Airway, Breathing, Circulation/Conciousness dan Dehydration (ABCD). Pada Airway yang dilihat adalah ada tidaknya
sumbatan jalan napas (stridor), Breathing
dengan menilai apakah ada kesulitan bernapas, adanya sesak napas berat
(retraksi dada, merintih dan sianosis), Circulation
dengan menilai tanda syok seperti akral dingin, capillary refill >3 detik, nadi cepat dan lemah, Conciousness dengan menilai apakah anak dalam keadaan tidak sadar (koma), kejang (convulsion) atau
gelisah (confusion), sedangkan dehydration dengan menilai tanda
dehidrasi berat pada anak karena diare seperti mata cekung atau turgor menurun
(WHO, 2005). Akan tetapi jika tidak ditemukan tanda-tanda kegawatdaruratan maka
perlu memeriksa tanda prioritas.
Menurut WHO (2005) tanda prioritas
meliputi konsep 4T3PRMOB. Dimana konsep tersebut terdiri dari Tiny baby (bayi kecil < 2 bulan), Temperature anak sangat panas), Trauma (terdapat trauma atau kondisi
yang perlu tindakan bedah segera, Trismus,
Pallor (sangat pucat), Poisoning (keracunan), Pain (nyeri hebat), Respiratory distress, Restless,
Irritable or lethargic (gelisah, mudah marah, lemah), Referral (rujukan segera), Malnutrition
(gizi buruk), Oedema (edema kedua
punggung kaki) dan Burns (luka
bakar). Anak dengan tanda prioritas harus didahulukan untuk mendapatkan
pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut dengan segera (tanpa menunggu giliran)
serta jika ditemukan trauma atau masalah bedah segera diberikan tindakan bedah.
Penerapan mengenai sistem ETAT untuk
triage anak telah diteliti oleh
Tamburlini, Mario, Maggi, Vilarim dan Gove. (1999) dengan judul Evaluation of guidelines for emergency
triage assessment and treatment in developing countries. Penelitian ini
bertujuan untuk mengevaluasi penerapan metode ETAT pada pasien anak di rumah
sakit negara berkembang. Penelitian ini dilakukan di Instituto materno Infantil de Pernambuco (IMIP) dengan melibatkan 6
Registered Nurse (RN) dan 2 dokter
anak senior. Dokter tersebut telah mengikuti pelatihan Advanced Paediatric Life Support (APLS) sebelumnya dan RN tersebut
telah memiliki pengalaman 3 sampai 4 tahun pelatihan tentang pediatrik dan
mengikuti pelatihan ETAT seminggu sebelum penelitian dilakukan yang meliputi 10
jam teori dan 10 jam praktikum, akan tetai dokter juga menerima pelatihan ETAT
setelah penelitian selesai dilakukan. Dimana nantinya RN melakukan triage
dengan metode ETAT sedangkan dokter melakukan pengkajian dengan metode APLS.
Anak yang dilakukan triage dengan usia 7 hari sampai 5 tahun yang dibawa ke
ruang emergency. RN terlebih dahulu
melakukan pengkajian kepada anak dan membuat rekomendasi intervensi sebelum
dokter memutuskan. Disamping dokter melakukan pengkajian dengan metode APLS,
dokter juga mengecek hasil pengkajian RN berdasarkan sistem ETAT dan melakukan
pengkajian lanjut sebelum dilakukan intervensi.
Setelah dilakukan penelitian jumlah
anak yang datang ke ruang emergency
sebanyak 3837 bayi dan anak dengan usia 7 hari sampai 5 tahun. Sebanyak 386
(10,1%) adalah anak dengan usia 2 bulan, 1368 (35%) usia kurang dari 1 tahun,
sedangkan perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 1:27. Pasien yang
dilakukan triage ETAT sebanyak 731 anak, dimana 98 (2,6%) indikasi emergency
(kelompok 1) dan 633 anak (16,5%) adalah kondisi prioritas (kelompok 2), selain
itu ada 52 anak yang memiliki status emergency dan prioritas akan tetapi
dimasukkan ke dalam kelompok 1. Sebanyak 426 pasien dilakukan triage metode
APLS dimana 42 pasien diidentifikasi bahwa memerlukan pertolongan segera dan
468 pasien dengan status prioritas. Dari 731 kasus yang ditriage RN, kokter
melihat terdapat 4 kesalahan negatif perawat (seharusnya emergency tapi dinilai sebagai prioritas) dalam melakukan triage (2
severe respiratory distress, 1 dengan
syok dan 1 dengan severe dehydration)
dan 3 kesalahan positif (seharusnya prioritas tapi dinilai emergency) yaitu 1 dengan moderate
dehydration dan 2 dengan moderate
respiratory distress. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa metode
triage ETAT ketika dilakukan oleh perawat yang mendapatkan pelatihan khusus
secara singkat dapat menunjukkan skrining yang bagus dalam menentukan prioritas
pasien dan dapat dijadikan dasar dalam memberikan treatment saat kondisi gawat darurat (Tamburlini et al, 1999).
Sedangkan penerapan mengenai ATS pada triage
anak telah diteliti oleh
Durojaye
dan O’Meara (2002) dengan judul A study
of triage of pediatric patients in Australia. Penelitian ini bertujuan
untuk menggambarkan triage anak di ruang emergency
umum (gabungan anak dan dewasa) dan emergency
khusus anak serta untuk mengukur reabilitas penerapan Australasian Triage Scale oleh perawat dalam melakukan triage pada
anak. Penelitian ini melibatkan 11 rumah sakit baik yang memiliki ruang emergency khusus anak maupun umum.
Perawat triage harus mengisi 2 macam kuisioner dimana kuisioner pertama berisi
25 pertanyaan yang berisi tentang sebuah kasus dan perawat harus menjawab skor
triagenya berapa berdasarkan ATS (jawaban benar minimal 50%). Sedangkan
kuisioner kedua adalah untuk mengetahui jumlah data triage pada tahun 1999
dimana kategori triage didasarkan pada jenis penyakit anak.
Hasil dari penelitian tersebut
adalah 78 perawat dari 10 rumah sakit memberikan respon terhadap kuisioner yang
diberikan. Sebanyak 63% dari semua respon perawat kesesuaian jawaban lebih dari
50% yaitu sebnyak 94%. Perawat yang bekerja di ruang khusus emergency anak memiliki konsistensi yang
lebih tinggi (79%) dalam menggunakan ATS dibandingkan perawat yang bekerja di
ruang emergency umum (50%). Perawat
ruang emergency pediatric lebih suka menggunakan skor ATS secara full yaitu 4
dan 5 (71%) dalam mentriage anak dibandingkan dengan perawat di ruang emergency umum (47%).
Penggunaan sistem ATS harus
dilakukan secara konsisten dimanapun triage anak dilakukan, karena dalam
mentriage anak harus didasarkan pada objektif klinik yang dimunculkan. Karena
penelitian tersebut menggambarkan perbedaan yang jelas antara proses triage
yang dilakukan oleh perawat di ruang emergency
khusus anak dengan ruang emergency
umum. Hal ini juga dimungkinkan pengaruh proses kegiatan pelatihan yang
dilakukan di masing-masing rumah sakit. Selain itu pengambilan sampel yang
berbeda karakteristik yaitu perawat di ruang emergency umum dan khusus
pediatric akan memberikan hasil bias yang cukup tinggi jika data statistiknya
tidak dikontrol secara ketat. Penggunaan kuisioner yaitu penentuan prioritas
melalui cerita kasus yang tertulis tentu memiliki keterbatasan yang cukup
tinggi karena hanya bisa membayangkan, dibandingkan dengan kasus yang disajikan
secara langsung dimana perawat dapat mengkajinya secara fisik dan visual.
Berdasarkan analisa pada kedua
penelitian diatas penerapan proses triage pada anak baik menggunakan metode
ETAT maupun ATS sama-sama menggambarkan bahawa pengetahuan dan keterampilan
perawat yang terus diasah baik melalui pelatihan atau seringnya pengalaman
menangani kasus sangat berpengaruh terhadap kualitas triage yang dilakukan.
Perawat yang memiliki pengatahuan dan pengalaman tinggi tentu akan lebih mudah
dalam menentukan prioritas jika dibandingkan yang minim pengetahuan dan
pengalaman. Oleh karena itu sangat penting dilakukan pelatihan atau training
terkait penerapan sebuah metode triage tertentu. Apalagi melihat kondisi sistem
triage di Indonesia saat ini, dimana masing-masing rumah sakit memiliki
adaptasi tersendiri terhadap metode triage yang dianut, sehingga hal ini sangat
berpengaruh terhadap skill perawat di Indonesia dalam melakukan triage.
Jika melihat metode triage antara
ETAT dan ATS penulis berpendapat bahwa yang paling sesuai diterapkan di
Indonesia khususnya untuk triage anak adalah metode ETAT. Pernyataan ini juga
didukung oleh Kusdiyan, Hilmanto; dan Somatia (2008) bahwa
metode ETAT sering dipakai sebagai metode triage di negara-negara berkembang.
Hal ini dikarenakan dalam metode ETAT lebih simpel dan terperinci dengan baik
mengenai batasan karakteristik masing-masing prioritas. Metode ETAT juga
menjelaskan mengenai algoritma langkah-langkah dalam menentukan prioritas serta
konten isi juga lebih spesifik tentang kondisi kegawatan anak. Sedangkan metode
ATS dalam menentukan prioritas hanya memberikan gambaran secara singkat
mengenai lamanya waktu pasien menerima tindakan. Hal ini sangat sulit
diterapkan di Indonesia karena melihat kondisi overcrowded ruang IGD yang
relatif tinggi, rasio perawat pasien yang tidak ideal serta ruang triage yang
tidak terstandar dengan baik akan membuat waiting
time semakin lama sehingga target pencapaian waktu yang ditetapkan oleh ATS
akan sulit dicapai.
Berdasarkan pembahasan diatas
kualitas proses triage anak sangat ditentukan oleh pengetahuan dan skill
perawat dalam melakukan triage berdasarkan metode tertentu. Sehingga dibutuhkan
training atau pelatihan untuk perawat triage di Indonesia dalam melakukan
triage pada anak. Metode triage yang lebih sesuai diterapkan di Indonesia
adalah metode ETAT karena lebih simple dan terperinci dengan baik mengenai
batasan karakteristik masing-masing prioritas. Akan lebih baik jika Indonesia
memiliki guideline tersendiri tentang
metode triage tentunya disesuaikan dengan karakteristik kondisi kesehatan di
Indonesia termasuk juga tentang guideline
triage khusus untuk pediatrik.
DAFTAR PUSTAKA
Australian
College for Emergency Medicine (ACEM). (2002). The Australian triage scale. Emergency Medicine; 14: 335-336
World Health Organisation (WHO). (2005). Pocket Book of Hospital Care Children, Guidelines for the
Management of Common Illness with Limited Resources,
alih bahasa. Jakarta: WHO Indonesia
Linda
Durojaye & Matthew O’Meara. (2002). A study of triage of pediatric patients
in Australia. Emergency Medicine; 14: 67-76
Giorgio Tamburlini, Simona Di Mario, Ruben
Schindler Maggi, Jose Nivaldo Vilarim,
Sandy Gove. (1999). Evaluation of guidelines for emergency triage assessment and treatment in
developing countries. Arch Dis Child; 81:478–482
Nanang
Kusdiyan; Danny Hilmanto; Dadang H. Somatia. (2008). Evaluation of kumar triage score compared with ETAT WHO triage in
sorting patient at pediatric emergency department. Bandung:
Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar